MEDAN
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan kejahatan luar biasa yang bersifat lintas negara, sebab pelakunya mengeksploitasi manusia untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Biasanya TPPO juga melibatkan jaringan dan sindikat dengan modus-modus yang selalu bekembang, serta memanfaatkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki aparat penegak hukum dan masyarakat.
Karena itu, pemberantasan TPPO memerlukan sinergi dan kerja sama semua pihak. Terutama di kabupaten/kota mulai dari lapisan masyarakat dan perangkat desa yang merupakan kantong-kantong Pekerja Migran Indonesia (PMI). Khususnya yang termasuk satuan gugus tugas TPPO untuk bisa memberikan wawasan ataupun mengedukasi masyarakat dan lingkungan sekitarnya, tentang TPPO.
“Terutama mengenai bahaya, dampak dan kerugian bekerja secara ilegal di luar negeri,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut R Sabrina ketika membuka kegiatan Penyadaran Publik Dampak Pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) Secara Ilegal ke Luar Negeri, Khususnya Malaysia, Kamis (12/12), di Aula Raja Inal Siregar, Lantai 2, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30, Medan.
Kegiatan yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumut tersebut menghadirkan Konsul Jenderal (Konjen) RI di Kuching, Malaysia, Yonny Tri Prayitno dan Konjen RI di Penang, Malaysia, Iwanshah Wibisono sebagai narasumber.
Melalui kegiatan ini, kata Sabrina, diharapkan dapat mendorong upaya edukasi terhadap masyarakat tentang TPPO dan mengantisipasi terjadinya pengiriman PMI secara ilegal ke luar negeri. Sehingga tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang selalu identik dengan TPPO juga dapat diminimalisir.
Pada dasarnya, kata Sabrina, pemerintah tidak akan menghalangi orang yang akan bekerja di luar negeri, sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini tidak lain untuk kebaikan calon pekerja migran itu sendiri. Karena kalau dipaksakan berangkat secara ilegal atau non prosedural, sudah pasti banyak kerugian yang akan terima, seperti tidak adanya perlindungan hukum yang kuat. “Yang jelas akan menyulitkan pengasawan dan perlindungan terhadap mereka di luar negeri,” ujar Sabrina.
Konjen RI Penang Iwanshah Wibisono menyampaikan, PMI asal Sumut merupakan yang tertinggi di Penang. Hal itu antara lain karena kedekatan wilayah geografis, murahnya biaya untuk mendatangkan PMI, serta kebutuhan atau permintaan yang tinggi.
Tentang PMI ilegal dari Sumut, kata Iwanshah, pada umumnya bekerja di sektor informal seperti pembantu rumah tangga bagi yang perempuan, bagi laki-laki bekerja di wilayah perkebunan atau perternakan.
“Berdasarkan data penghuni tempat penampungan sementara KJRI Penang tahun 2019, PMI ilegal bermasalah yang berasal dari Sumatera Utara nomor 3, sementara nomor 1 adalah Jawa Tengah dan nomor 2 Jawa Barat,” ungkapnya.
Terjadinya pengiriman PMI ilegal, menurutnya, antara lain disebabkan masalah sosial di dalam negeri, lemahnya penegakan hukum kepada pelaku, maraknya pemalsuan data dokumen, lemahnya koordinasi antar kementerian/lembaga, serta perekrutan langsung oleh calo perorangan. Untuk mengatasinya diperlukan sinergi dan kerja sama semua pihak.
Sementara itu, trend permasalahan PMI ilegal sepanjang Tahun 2019, kata Iwanshah, antara lain Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), kabur dari majikan karena gaji tidak dibayar, kekerasan, tidak diperbolehkan melakukan ibadah sesuai agamanya, serta tidak ada permit atau izin.
Sedangkan upaya perlindungan terhadap PMI, KJRI Penang telah melakukan beberapa hal. Di antaranya, pembentukan satgas citizens service, capacity building terhadap seluruh pejabat dan staf, peningkatan kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya perlindungan (instansi terkait di Indonesia dan Malaysia, LSM, komunitas masyarakat, diaspora, dan lainnya), mewajibkan kontrak kerja sebagai syarat pembuatan paspor baru, pemantauan dan perlindungan pada saat keberangkatan PMI.
“Juga pemantauan dan pelaksanaan kontrak kerja dan perlindungan PMI di negara penerima. Serta penyebaran informasi terkait kekonsuleran, ketenagakerjaan dan keimigrasian, melalui brosur dan buku panduan konsuler,” terang Iwanshah.
Hal senada disampaikan Konjen RI di Kuching Yonny Tri Prayitno. Selain melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap PMI, pihaknya juga memberikan akses pendidikan bagi anak-anak pekerja Indonesia di Sarawak Melalui Community Learning Centre (Clc).
“Jadi untuk anak-anak pekerja Indonesia kami sediakan sekolah. Selain orang tuanya bisa fokus bekerja, anak-anaknya juga dapat belajar dengan tenang di sekolah,” ujar Yonny.
Kegiatan yang juga diisi dengan sesi tanya-jawab tersebut, diakhiri dengan pemberian cendera mata dari Sekdaprov Sumut Sabrina kepada Konjen RI di Kuching Yonny Tri Prayitno dan Konjen RI di Penang Iwanshah Wibisono, serta foto bersama.
Turut hadir Kepala Dinas PPPA Sumut Nurlela, perwakilan dari Dinas PPPA, Dinas Sosial, dan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota se-Sumut, perwakilan berbagai instansi terkait PMI dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Medan.
Sumber : Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprovsu