Medan,
Menteri Pertahanan Jend TNI Purn Ryamizard Ryacudu memaparkan bahwa narkoba menjadi salah satu ancaman negara sehingga menjadi urusan pertahanan. Menurutnya hukuman mati bagi gembong pengedar narkoba pantas dibanding dengan perkiraan 18 ribu korban tewas karena narkoba setiap tahunnya.
Hal itu disampaikan Ryamizard saat menghadiri ramah tamah dengan Gubernur Sumatera Utara H. Gatot Pujo Nugroho, ST, M.Si di Rumah Dinas Gubernur, Rabu (18/3) malam. Hadir pula Wakil Gubsu Ir. H. T. Erry Nuradi, M.Si, Walikota Medan Dzulmi Eldin, unsur Forum Koorsinasi Pimpinan Daerah Rektor, Forum strategis, Pepabri dan Lembaga Veteran RI dan unsur SKPD.
"Soal hukuman mati, memang kita lihat kasihan, katanya melanggar HAM, tapi saya membela 240 juta orang Indonesia," tegasnya usai makan malam bersama. Dalam kunjungannya baru-baru ini ke beberapa negara diantaranya Malaysia, Singapura, Perancis, Australia, Jepang, Ryamizard mengaku menyampaikan sikap RI terkait hukuman mati bagi gembong narkoba.
"Di indonesia setiap hari 40-50 orang mati, maka kalau dihitung setahun 18 ribu yang tewas karena narkoba," ujarnya. Jadi, lanjutnya, jangan lihat satu orang yang tewas karena dihukum mati. Bagaimana dengan 4.500 pemakai yang sedang menjalani rehabilitasi, dan 1.2 juta yang sudah sulit diobati, menunggu mati.
Rymizard mengungkapkan para gembong narkoba meski sudah dipenjara, tidak bertobat. Malah mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara. Selain ancaman narkoba, Ryamizard juga mengungkan ancaman lain yang dihadapi bangsa yaitu teroris, bencana, pelanggaran perbatasan, pencurian sumber daya manusia, penyakit menular dan perang cyber. "Apapun yang mengancam menjadi urusan pertahanan," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur H. Gatot Pujo Nugroho, ST, M.Si mengungkapkan bahwa tahun ini Sumut mendapatkan target dari Pemerintah Pusat untuk merehabilitasi 3.777 orang dari target 100.000 secara nasional. Saat ini menurutnya yang dirawat diinstitusi pemerintah termasuk Kodam sebanyak 2.898 orang, sementara di komponen masyarakat ada 879 orang.