Medan,
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menegaskan sedang fokus kepada upaya pencegahan tindak pidana korupsi bidang sumber daya alam diantaranya sektor kelautan yang potensi pendapatannya cukup besar.
"Kefokusan itu mengacu keyakinan KPK bahwa korupsi yang terjadi di sektor SDA (sumber daya alam), tidak hanya akan merugikan negara, tetapi menjadi bukti kegagalan negara dalam mengelola SDA untuk mensejahterakan rakyat,"kata Ketua KPK sementara, Taufiqurrahman Ruki di Medan, Selasa (24/3).
Dia mengatakan itu pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan SDA Indonesia Sektor Kelautan di Kantor Gubernur Sumut. Hadir pada acara itu empat gubernur mulai Gubernur Sumut H. Gatot Pujo Nugroho, ST, M.Si, Gubenur Sumatera Barat Prof. Irwan Prayitno, Pelaksana tugas Gubernur Riau H. Arsyadjuliandi Rachman, Gubernur Aceh yang diwakili Asisten Ekonomi dan Pembangunan Azhari dan Kepala BPKP Ardan Ardi Perdana.
Dia memberi contoh dengan pencegahan terbukti lebih banyak bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Dengan pencegahan operasional kapal ikan ilegal khususnya asing, misalnya, negara asing mengakui banyaknya hasil kelautan Indonesia.
Dia menyebutkan selama dua tahun dengan melakukan pencegahan melalui tertib administrasi, koordinasi dan pembenahan dalam pengelolaan sumberdaya alam diperoleh Penerimaan Negara Bukan Pajak mencapai Rp 34 Triliyun. khusus bidang mineral dan batubara tidak kurang pemasukannya 10 Triliun. sementara dari aspek penindakan, selama 13 tahun KPK melakukan penindakan hanya dapat dikembakikan Rp 13 Triliun.
"Buktinya beberapa negara asing sedang kekurangan pasokan ikan.Baru tahu atau menyadari mereka ikan mereka tergantung dari Indonesia,"katanya. Dia menjelaskan, setiap tahun ikan yang melintas di kawasan laut Indonesia cukup besar.
"Jadi mari kita jangan bicara pemberantasan korupsi dalam aspek yang keras, namun dari aspek pencegahan,"katanya. Ketua KPK itu menegaskan, kalau dikelola benar, maka hasil kelautan Indonesia cukup besar untuk kemakmuran rakyat.
Mengingat pentingnya pencegahan, maka KPK dewasa ini melakukan pemantauan proses perizinan apakah ada terjadi korupsi.Kalau ada, katanya, maka sistemnya harus dirubah.Taufiqurrahman menegaskan, Pemerintah benar-benar serius soal pencegahan korupsi SDA sektor kelautan.
Pada tanggal 18 Maret lalu misalnya ada penandatanganan deklarasi antara TNI, Polri, Kejaksaaan Agung dan KPK yang intinya tidak akan membiarkan pelanggaran hukum di SDA yang merugikan rakyat baik langsung dan tidak langsung. Seperti penggunaan alat yang mengganggu operasional nelayan tradisional.
Gubernur Sumut H. Gatot Pujo Nugroho, ST, M.Si menegaskan, Pemprov Sumut sedang dan terus berupaya mensejahterakan nelayan, antara lain dengan memberi asuransi. "Sumatera Utara adalah provinsi yang pertama memberikan asuransi kepada nelayan, dari tahun 2011 hingga saat ini jumlah nelayan yang sudah diasuransikan sebanyak 3.342 nelayan. Namun dari jumlah nelayan Sumut sebanyak 27.679 jiwa," ujarnya.
Gubsu mengaku jumlah itu masih minim, Oleh karenanya dia minta bantuan pemerintah pusat dan juga pemerintah kabupaten/kota ikut mengalokasikan anggaran perlindungan jiwa bagi nelayan yang memang memilii risiko tinggi dalam operasionalnya. Menurut Gatot, di Sumut, dengan panjang pantai 1.300an kilomter, terpanjang atau , 554 kilometer berada di pantai timur dan sisanya di Nias dan Pantai Barat.
Gubsu menyebutkan dari 33 kabupaten/kota, 17 daerah tercatat memiliki wilayah laut. Namun diakui dari potensi perikanan yang sebanyak 842 ton baru bisa dieksplor 67 persen. Makanya, kata Gubsu, selain terus melakukan pemberdayaan SDM Kelautan, juga dilakukan penertiban perizinan.
Dirjen Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Asep Burhanuddin menegaskan, dengan dilakukannya pencegahan atau pengstop-an opperasi kapal asing ilegal, maka jumlah kapal yang beroperasi di wilayah Indonesia sudah berkurang banyak. Dengan berkurangnya operasional di wilayah Indonesia, maka hasil tangkapan semakin besar sehingga menekan terjadinya konflik nelayan antardaerah seperti yang terjadi selama ini.
Pemerintah diakui, masih terus melakukan toleransi hingga September untuk sanksi penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan dengan hanya memberi sanksi hukum administrasi.Dia menyebutkan, sejak Januari hingga Maret, KKP sudah memproses hukum 49 kapal asing yang membuat kapal asing yang bersileweran selama ini berhati-hati bahkan takut. Padahal tahun 2014 hanya 31."Bisa dibandiingkan keefektifan pencegahan dimana hanya tiga bulan kerja bisa lebih dari satu tahun kerja selama ini,"katanya.
Asep menegaskan, dengan penekanan operasional kapal ilegal, maka sekitar lima juta ton ikan hasil laut tidak keluar dari Indonesia. Terkait perturan menteri soal alat tangkap pihaknya sudah memberikan sanksi meski masih cenderung berupa sanksi administrasi. "Minimalisir sanksi hukum karena hasil pengamatan, tangkapan itu menjadi mata pencaharian utama untuk menghidupi anak dan isterinya,"katanya. Makanya, pemda diharapkan mensosialisaikan soal peraturan terebut.
Karena kegiatan ini fokus pada upaya-upaya mengimplementasikan isi buku SUMUT BANGKIT, maka Majelis Ta’lim ini kemudian diberi nama Majelis Ta’lim “Sumut Bangkit”.