MEDAN
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sudah berlangsung dua bulan, namun hingga saat ini belum ada gejala yang menunjukkan angka penyebaran yang menurun. Karena itu pemerintah perlu mempersiapkan berbagai hal, termasuk ketahanan pangan yang merupakan salah satu aspek terdampak Covid-19.
Koordinator Bidang Pertanian dan Kehutanan Dewan Riset Daerah Provinsi Sumut Basyaruddin mengatakan pemerintah harus memperhatikan berbagai aspek mulai dari produksi pangan hingga distribusinya.
Hal tersebut disampaikannya saat talkshow Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut di Media Center GTPP Covid-19, Gedung Pemprov Sumut Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30 Medan, Selasa (19/5). Menurut Basyaruddin, Covid-19 berdampak pada banyak aspek, termasuk pangan.
Pemerintah harus menjamin ketersediaan pangan. Dikatakannya, untuk kebutuhan beras saja, Sumut membutuhkan 160 ribu ton per bulan. Jumlah tersebut harus dipersiapkan jauh-jauh hari. Maka sistem produksi haruslah sangat diperhatikan.
“Jadi di sini saya melihat ini harus dilihat secara sistemik. Ada faktor yang menentukan di sistem produksi sana, misalnya kebutuhan pupuk dalam situasi pandemi ini apakah pupuk itu cukup tersedia,” kata Basyaruddin.
Belum lagi petani yang semangatnya menurun lantaran pandemi. Menurutnya di situlah peran penyuluh pertanian memberikan semangat. Selain itu pemerintah juga perlu memberikan stimulus kepada petani. “Kalau petani tak bekerja, tak makan kita ini,” kata Basyaruddin.
Selanjutnya pada proses distribusi, menurutnya pemerintah harus memberi perhatian yang lebih agar tidak ada oknum yang menimbun pangan. “Ini salah satu peran pemerintah melalui OPD yang ada. Peran OPD ini sangatlah strategis dan menentukan.” ujar Basyaruddin.
Tidak sampai di situ, masyarakat yang selama ini menjadi konsumen juga perlu diedukasi agar dapat menghemat keperluan pangannya. Masyarakat konsumen yang tinggal di perkotaan juga perlu diedukasi agar dapat berpartisipasi bertani atau berkebun di pekarangan rumahnya masing-masing.
Jika bahan pangan kurang, menurut Basyaruddin, bisa saja mengganti (diversifikasi) bahan makanan dari yang selama ini dikonsumsi masyarakat ke bahan makanan seperti ubi atau jagung. Namun masyarakat juga harus diedukasi terlebih dahulu sebelum melakukan hal tersebut.
“Mengenai diversifikasi pangan, saya pernah mengalami tahun 65 hingga 66 itu makan ubi dengan jagung. Itu perlu latihan juga, misalnya kita di Medan kalau sudah makan pagi sudah sarapan dengan mi instan, tapi kita masih menganggap itu belum makan. Untuk menggeser peranan beras menjadi ubi atau jagung ini perlu juga edukasinya kembali,” kata Basyaruddin.