MEDAN
Manajemen perencanaan pembangunan hijau diyakini mampu menekan dan mengendalikan dampak terjadinya perubahan iklim yang saat ini terus menjadi isu global. Karena itu, semua pihak termasuk sektor swasta diharapkan untuk berpartisipasi dan bersama-sama mewujudkannya.
Rapat Koordinasi (Rakor) Rencana Pembangunan Hijau (Green Growth Plan Sumut dan Ni-Scops), yang berlangsung di Hotel Aryaduta Medan, Senin (23/11) merupakan sebuah momentum untuk membangun sinergi dalam rangka mendukung perencanaan pembangunan hijau, khususnya di Provinsi Sumut.
“Kami percaya bahwa kemitraan yang baik antara pemerintah dan sektor swasta sangat penting bagi daerah, termasuk Provinsi Sumut untuk mencapai tujuan pembangunan hijau yang benar-benar inklusif dan berkelanjutan,” ucap Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumatera Utara (Sumut) R Sabrina dalam kata sambutannya pada acara tersebut.
Hadir Deputi II Bidang Koordinator Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian RI Musdalifah Machmud, dan sejumlah pejabat terkait lainnya yang hadir secara virtual, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumut Hasmirizal Lubis, Ketua Yayasan Inisiatif Dagang Hijau Fitriah Ardiansyah, serta pelaku usaha kelapa sawit.
Sabrina menjelaskan, salah satu bagian dari capaian indikator pendukung kelestarian lingkungan, yakni posisi Provinsi Sumut yang sangat dekat dengan Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur perdagangan internasional tersibuk di dunia, serta dekat dengan Malaysia, Singapura dan Thailand.
Secara karakteristik, dengan daratan seluas 72.981,23 km² dan perairan seluas 108.878,77 km². Dimana penggunaan lahan didominasi oleh perkebunan seluas 2.946.512 hektare atau sekitar 40,37% dari luas daratan.
“Hutan di Provinsi Sumut tercatat seluas 3.009.212,24 hektare atau sebesar 41,23% dari luas wilayah daratan Sumut. Hal ini masih sesuai dengan persyaratan yang diamanatkan pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dimana 30% luas lahan hutan harus dipertahankan,” katanya.
Bila dilihat dari sisi indikator ekonomi, distribusi pertumbuhan ekonomi Sumut kategori terbesar ditopang oleh pertanian, kehutanan dan perikanan, dengan rata-rata selama periode 2017-2019 tercatat mencapai 24,83%. Kondisi ini menunjukkan bahwa produktivitas ekonomi Sumut masih bergantung kepada pengelolaan sumber daya alam, khususnya di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.
Perkebunan kelapa sawit berkelanjutan tahun 2020-2024, rencana aksi daerah tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goal’s Provinsi Sumut tahun 2019-2023 termasuk rencana penggunaan aspal karet untuk pembangunan jalan di Sumut.
Deputi II Bidang Koordinator Pangan dan Agribisnis Kementrian Koordinator Perekonomian RI Musdalifah Machmud yang membuka kegiatan tersebut mengatakan Pemerintah Pusat sangat mendorong kebijakan pembangunan nasional, di antaranya beberapa kebijakan aksi perencanaan kelapa sawit berkelanjutan.
“Ini juga merupakan manfaat bagi generasi ke depan. Ini merupakan tren pembangunan negara kita. Kita berharap capaian Green Growth Plan ini dapat menyesuaikan dangan target di daerah. Sumut dalam hal ini dapat dijadikan contoh, karena merupakan trend global yang sudah mendorong rencana pembangunan yang berkelanjutan,” katanya.
Keberhasilan Sumut dalam program pembangunan yang berkelanjutan ini menjadi perhatian investor dalam melirik Sumut untuk berinvestasi. Gren Growth pastinya adalah pemenuhan pangan masyarakat, namun tetap menjaga kelestarian wilayah.
“Kita harap dengan program ini dapat mendorong tata kelola dengan tidak mengabaikan geologis,” pintanya.
Hal ini juga dibenarkan oleh Ketua Yayasan Inisiatif Dagang Hijau Fitriah Ardiansyah yang menyatakan rencana hijau ini merupakan potensi bagus di Sumut. Menurutnya saat ini yang perlu dikembangankan adalah investasi zona hijau sampai ke dunia internasional.
“Ketertarikan investor juga sangat banyak, dan bagi kami sangat tertarik dan bekerjasama dengan pemerintah untuk bervenstasi dan mendorong swasta untuk berinvestasi,” katanya.