MEDAN
Tim penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut) berhasil menangkap empat tersangka terkait kasus mafia tanah. Keempat tersangka tersebut kemudian diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut, Kamis (17/12) bersama sejumlah barang bukti.
Keempat tersangka tersebut adalah MD (61) mantan Kepala Desa Tumpatan Nibung, NUR (58), EZ (55) mantan Kepala Desa Sena dan Nanang Kusnadi (44) Ketua Kelompok Tani. Tersangka diduga membuat dan menggunakan surat keterangan tanah yang tidak sah untuk menggugat hingga ke Mahkamah Agung. Sedangkan untuk barang bukti ada 95 surat tanah yang diduga dibuat dan digunakan keempat tersangka untuk mengklaim luas lahan 139,35 hektare di desa Sena dan Tumpatan Nibung milik PTPN II Tanjungmorawa.
"Kami sangat mengapresiasi kecepatan tim penyidik dalam kasus ini. Ini awal yang baik penyelesaian kasus-kasus pertanahan di Sumut," kata Gubernur Edy Rahmayadi pada konferensi pers penyerahan tersangka dan barang bukti terkait mafia tanah di Kantor Kejati Sumut, Jalan Jenderal Besar AH Nasution Nomor 1 Medan.
Menurut Edy Rahmayadi, pengungkapan kasus-kasus tanah di Sumut akan memberikan keadilan dan kepastian hukum kepada masyarakat. Selain itu, konflik pertanahan karena klaim-klaim sepihak juga bisa teratasi.
"Kita butuh kepastian hukum sehingga tercipta keadilan terkait tanah. Dengan begitu tidak ada klaim sepihak yang menimbulkan konflik. Kami sangat berterima kasih kasus mafia tanah mulai teratasi," tambah Edy.
Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil yang ikut menyaksikan penyerahan tersangka mafia tanah ini secara virtual, masalah pertanahan di Sumut harus segera diselesaikan. Konflik pertanahan yang terjadi menurutnya sangat menghambat pembangunan di Sumut.
“Di Sumut masih banyak tanah yang belum tersertifikasi, karena itu banyak timbul konflik baik masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan instansi, bahkan instansi dengan instansi. Jadi, mafia tanah harus segera ditindak agar tercipta kepastian hukum dan keadilan di masyarakat. Dan ini merupakan langkah awal yang sangat baik,” kata Sofyan.
Berdasarkan keterangan Kapolda Sumut Irjen Pol Martuani Sormin, tersangka sudah mulai menggarap lahan PTPN II sejak tahun 2000. Kemudian di tahun 2015 diduga mulai melakukan pemalsuan surat-surat tanah. Mereka kemudian menggunakan surat-surat tanah tersebut untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.
“Kebetulan di tanah ini akan dibangun Sport Centre. Kami tidak ingin ada sengketa di lahan ini sehingga ada kepastian hukum di objek tanah ini. Dengan begitu pembangunan Sport Centre yang akan menjadi kebanggaan Sumut tidak terhambat,” katanya.
Martuani menegaskan, hal ini merupakan awal dari pengembangan kasus mafia tanah di Sumut. Martuani menduga ada aktor yang menggerakkan para tersangka untuk melakukan gugatan hingga ke Mahkamah Agung. Sormin memastikan Polda Sumut akan terus melakukan penyidikan hingga kasus-kasus pertanahan di Sumut terselesaikan.
“Ini merupakan entry point penting dalam perkara ini. Kami akan selidiki siapa dalang di belakangnya, karena dugaan kami ini ada aktor di belakang para tersangka,” tegas Sormin.
Keempat pelaku dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP Jo Pasal 55, 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara. Menurut Kepala Kejati Sumut Ida Bagus Nyoman Wiswantanu, pihaknya akan segera memproses perkara ini agar ada kepastian hukum akan lahan tersebut.
“Kita akan segera proses agar lahan tersebut memiliki kepastian hukum yang jelas dan pembangunan tidak terhambat,” kata Ida.
Acara penyerahan tersangka dan barang bukti ini juga dihadiri Kakanwil BPN Sumut Himawan Arif Sugoto, dua staf ahli Kementerian ATR/BPN, jajaran Polda Sumut, Kanwil BPN dan OPD Pemprov Sumut.