MEDAN
Banyak kejadian kekerasan pada perempuan dan anak tidak dilaporkan dan tidak ditindaklanjuti, sehingga tidak tercakup dalam data-data yang dilaporkan. Hal itu dikarenakan masih banyak masyarakat yang belum tahu tentang tata cara pelaporan dan kepada lembaga mana mereka harus melapor.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Provnisi (Sekdaprov) Sumut R Sabrina dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengelolaan Data dan Informasi Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak (PPPA) Sumut, di Ruang Rapat Bina Graha, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Rabu (10/3). Hadir perwakilan dari Dinas PPPA Kabupaten/Kota se-Sumut.
“Masyarakat di pedesaan merasa bahwa melaporkan kejadian kekerasan yang dialami hanya bisa dilakukan di ibukota kabupaten, sehingga akan memakan waktu dan biaya. Karena itu perlu dilakukan pendekatan layanan pengaduan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan sampai pada tingkat desa,” ujar Sabrina dalam sambutannya.
Sabrina juga mengingatkan, agar para petugas penerima pengaduan yang berada di daerah tidak hanya sekadar menunggu aduan masyarakat saja, namun juga harus bisa menjadi bagian dari solusi untuk mengurangi tingginya kekerasan yang tidak tertangani.
Sebelum meninggalkan lokasi acara, Sabrina juga memberikan apresiasi kepada kabupaten/kota, yang dianggap telah baik dalam melakukan peng-input-an dan pelaporan data kekerasan terhadap perempuan dan anak, yakni Kabupaten Mandailing Natal, Kota Tebingtinggi dan Kota Gunungsitoli.
Sebelumnya, Kepala Dinas PPPA Sumut Nurlela menyampaikan, terkait upaya perlindungan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 tahun 2019 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan. Antara lain menyebutkan, tujuan perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Selain itu, untuk melindungi, memberikan rasa aman bagi perempuan dan anak, memberikan pelayanan kepada perempuan dan anak korban tindak kekerasan, dan melakukan pemberdayaan kepada perempuan korban kekerasan,” ujar Nurlela.
Pada rapat tersebut, para peserta juga diberikan materi tentang peran media dalam memberikan informasi tetang kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang disampaikan Anggota Dewan Kehormatan PWI Sumut yang juga Redaktur Harian Analisa Nurhalim Tanjung.
“Informasi korban kekerasan yang disampaikan ke media, baik cetak maupun elektronik harus dengan mematuhi kode etik jurnalis. Antara lain, informasi detail para korban agar dikaburkan atau disamarkan, seperti nama, foto dan identitasnya,” terang Nurhalim.** (H18/DISKOMINFO SUMUT)