Medan,
Kementerian Keuangan RI melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbendaharaan akan menggelar sosialiasi tentang pembiayaan ultra mikro atau Umi yang dikhususkan kepada kaum ibu di Indonesia. Program ini disebutkan memberi kemudahan kepada masyarakat dengan pinjaman tanpa jaminan hingga Rp10 juta.
Hal ini diungkapkan Direktur Keuangan Umum dan Sistem Informasi Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu Sochif Winarno saat memberikan keterangan pers di Kantor Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Senin (6/11). Hadir diantaranya Kepala Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprov Sumut Ilyas S Sitorus, dan perwakilan Direktorat Sistem Manajemen Investasi Kemenkeu Hariyatmoko.
Sosialisasi pembiyaan Umi kata Sochif, menyasar kelompok ibu yang ingin meningkatkan usaha kecilnya namun punya keterbatasan akses terhadap modal karena faktor ketiadaan jaminan yang sering menjadi syarat untuk pinjaman/kredit perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Sebab dari jumlah 61 juta Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia, berdasarkan penelitian BPS dan BPK, yang dapat mengakse Kredit Usaha Rakyat (KUR) hanya sekitar 17 juta.
“Arinya ada gap (jarak) sebanyak 44 juta (UMKM). Ternyata tidak bisa terlayani karena jaminan tetap. Sementara kita ketahui, yang usahanya kecil biasanya tidak memiliki jaminan (anggunan),” sebut Sochif.
Karena itu lanjutnya, pemerintah merumuskan bagaimana caranya membantu masyarakat yang tidak punya akses pembiayaan sebanyak 44 juta UMKM se-Indonesia. Dari pembahasan tersebut lahir rumusan dengan sebutan pembiayaan ultra mikro (UMI). “Kenapa untuk kaum ibu, karena umumnya mereka lebih bisa dipercaya, lebih teliti dan disiplin. Makanya namanya UMI,” katanya.
Untuk alokasinya, Sochif menyebutkan bahwa aka nada tiga lembaga yang akan menjadi tempat penyalurannya yakni PT PNM dengan program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar), Pegadaian serta PT Bahana Artha Ventura (BAV) yang merupakan anak perusahaan BUMN PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Sedangkan jumlahnya diberi amanah sebesar Rp1,5 Triliun yang akan dibagikan ke tiga perusahaan tersebut.
“Karena ini kami perlu media komunikasi dan sosialisasi ke masyarakat. Polanya sistem kelompok, dan masing-masing calon penerima harus ada pendampingan tentang bagaimana usaha yang bagus dan tata cara pemasarannya,” jelasnya.
Untuk Sumut sendiri lanjut Sochif, memang belum begitu banyak berkembang. Selain programnya yang baru bergulir mulai Agustus lalu, saat ini sosialisasi memang terus dilakukan agar semamkin banyak masyarakat mengetahui serta memanfaatkan kemudahan tersebut, di mana secara nasional bejumlah 127 ribu UMKM, penerima UMI terbanyak ada di Jawa Barat dan Aceh.
“Yang terpenting adalah kesediaan UMKM untuk menaati aturan, harapannya tidak ada yang menunggak. Karena kalau ada, nanti sistemnya tanggung renteng. Msekipun begitu, kita tetap akui masih perlu ada penyempurnaan. Intinya adalah bagaimana program ini menyentuh langsung ke masyarakat, sesuai nawacita Presiden RI Joko Widodo yakni kemandirian ekonomi,” sebutnya.
Syarat untuk bisa menerima bantuan pembiayaan UMI ini katanya, menyertakan data kependudukan seperti KTP dan KK. Selain itu, belum pernah mendapatkan pinjaman dari program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sudah ada sebelumnya. Karena itu pihaknya berkoordinasi dengan kementerian terkait yang mengalokasikan anggaran pembiyaan ini melalui Kemenkeu.
“Upaya kita ini juga akan dilakukan dengan kegaitan sosialiasi program UMI dan TOT SIKP (Sistem Informasi Kredit Program) kepada KPPN (kantor pelayanan perbendaharaan Negara) daerah, Dinas Sosial serta Dinas Pemberdayaan Perempuan termasuk dari kabupaten/kota. Kami juga bekerjasama dengan kominfo untuk bentuk aplikasinya, agar tidak salah sasaran,” katanya sembari mengatakan suku bunga pinjaman tersebut sebesar 2-4 persen setahun sekaligus upaya memutus mata rantai tengkulak.
Dijelaskannya juga bahwa dalam program ini menggunakan sistem jemput bola, artinya petugas dari lembaga penyalur yang akan mendatangi nasabah, berbeda dengan biasanya. Begitu juga dengan pendampingan. Karena itu perlu ada kerjasama dengan dinas terkait dalam hal database.
Sementara Direktorat Sistem Manajemen Investasi Kemenkeu Hariyatmoko menambahkan bahwa batas maksimal aset yang dimiliki calon penerima manfaat UMI adalah Rp300 juta setahun atau aset bersih senilai Rp50 juta. “Syarat lainnya yaitu tidak sedang berhutang. Karena kalau masih ada hutang, nanti akan terlalu membebani masyarakat itu sendiri,” katanya. (*)